UU Anti-Deforestasi Uni Eropa, Apakah Indonesia Terkena Dampaknya?

UU Anti-Deforestasi Uni Eropa, Apakah Indonesia Terkena Dampaknya?
info gambar utama

Pada tahun 2023, Uni Eropa secara resmi memberlakukan Undang-Undang Anti Deforestasi yang bertujuan untuk melawan perubahan iklim yang diakibatkan oleh adanya deforestasi.

Di dalam undang-undang tersebut, terdapat tujuh komoditas yang akan dimasukkan ke dalam pasar Uni Eropa, di antaranya karet, kedelai, kakao, kayu, daging, kopi, dan minyak sawit mentah.

Ketujuh komoditas tersebut harus terbebas dari isu dan hasil deforestasi melalui uji kelayakan dan legislasi dari negara bersangkutan.

Undang-Undang Anti Deforestasi ini merupakan respons terhadap meningkatnya kekhawatiran global mengenai dampak negatif deforestasi terhadap lingkungan, keanekaragaman hayati, dan iklim.

Hutan-hutan tropis, yang merupakan paru-paru dunia, terus mengalami penyusutan akibat aktivitas manusia. Contohnya adalah penebangan hutan untuk lahan pertanian, peternakan, dan industri kayu. UE, sebagai salah satu pasar terbesar di dunia, menyadari bahwa konsumsi produk-produk yang terkait dengan deforestasi. Misalnya, minyak kelapa sawit, kedelai, daging sapi, dan kayu, memiliki dampak signifikan terhadap hilangnya hutan di negara-negara penghasil.

Hutan Kerangas, Rumah bagi Kantong Semar dan Beragam Tanaman Herbal

Oleh karena itu, undang-undang ini dirancang untuk memastikan bahwa produk-produk yang masuk ke pasar UE tidak berkontribusi terhadap deforestasi.

Indonesia, sebagai salah satu penghasil utama minyak kelapa sawit, kayu, dan kopi, akan merasakan dampak langsung dari penerapan undang-undang ini.

Dampak UU Anti Deforestasi bagi Indonesia

Indonesia menganggap UU ini sangat diskriminatif karena mempengaruhi perdagangan produk Indonesia yang dianggap tidak adil dan tidak mempertimbangkan kemampuan dan kondisi domestik negara. Berikut beberapa potensi dampak yang dapat terjadi:

Peningkatan Biaya Produksi

Perusahaan-perusahaan Indonesia mungkin perlu berinvestasi lebih banyak dalam praktik pertanian berkelanjutan dan sistem verifikasi rantai pasokan untuk memenuhi standar UE. Ini bisa meningkatkan biaya produksi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi harga jual produk.

Akses Pasar yang Lebih Sulit

Produk-produk yang tidak dapat membuktikan bahwa mereka bebas dari deforestasi mungkin menghadapi larangan masuk ke pasar UE. Hal ini bisa menyebabkan penurunan ekspor ke Eropa dan memaksa produsen Indonesia mencari pasar alternatif. Berikut ini merupakan perincian hilangnya nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

Bagian pertama ialah bahwa produk-produk binatang, lemak nabati, dan turunannya akan menurun sebanyak US$3,15 miliar. Kemudian terdapat produk karet dan turunannya yang menurun sebanyak US$0,93 miliar. Kemudian, yang ketiga ialah produk kayu dan turunannya yang akan menurun sebanyak US$0,39 miliar.

Produk yang keempat ialah teh, kopi, dan turunannya yang akan menghilang sebanyak US$0,37 miliar. Keenam ialah produk karton, kertas, dan produk kayu lainnya yang akan menurun sebesar US$0,3 miliar. Keenam ialah produk gula dan turunannya yang menurun sebanyak US$10,9 juta.

Kupu-kupu Raja, Serangga Cantik yang jadi Indikator Kerusakan Hutan

Terakhir adalah bubur kayu dan serat lainnya yang menurun sebesar US$2,2 juta. Salah satu tujuan ekspor dan yang memiliki pasar paling besar bagi indonesia ialah, Uni Eropa di mana sekitar 7,37% dari total ekspor indonesia berasal dari negara-negara Uni Eropa di tahun 2022.

Sayangnya, pengimplementasian Undang-undang ini telah membuat Indonesia mengalami penurunan nilai ekspor ke Uni Eropa yang diperkirakan penurunan ini akan memakan sebanyak US$5,15 miliar. Dengan demikian, secara keseluruhannya, setelah undang-undang tersebut diimplementasikan Indonesia, akan kehilangan penerimaan ekspor mencapai US$57,22 miliar. Informasi ini dirilis oleh Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian DPR RI.

Dorongan untuk Praktik Berkelanjutan

Di sisi positif, undang-undang ini bisa mendorong adopsi praktik pertanian dan kehutanan berkelanjutan di Indonesia. Ini akan menguntungkan lingkungan dan membantu menjaga keanekaragaman hayati negara. perlu diingat bahwa deforestasi di Indonesia masih menjadi masalah yang signifikan.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, deforestasi Indonesia tahun 2021-2022 mencapai 104 ribu ha, dengan 71,3% berada di dalam kawasan hutan dan sisanya di luar kawasan hutan. Penyebab deforestasi di Indonesia sangat kompleks, termasuk kurangnya penegakan hukum, pertumbuhan industri pengolahan kayu dan perkebunan yang tidak berkelanjutan, serta kurangnya hak-hak penduduk lokal.

Dengan demikian, undang-undang ini diharapkan dapat menjadi tonggak awal dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Indonesia.

Penguatan Kapasitas dan Infrastruktur

Pemerintah Indonesia dan sektor swasta mungkin Perlu bekerja sama untuk membangun kapasitas dan infrastruktur yang diperlukan untuk mematuhi aturan baru. Ini termasuk pengembangan sistem pelacakan dan verifikasi yang andal dan mumpuni.

Banyaknya dampak negatif dari pengesahan UU Anti Deforestasi tersebut harus segera ditanggapi oleh pemerintah.

Pemerintah Indonesia perlu membuat kebijakan baru yang digunakan untuk memperkuat hubungan dagang dengan negara yang sebelumnya telah menjadi konsumen komoditi Indonesia seperti India, Tiongkok, dan Amerika Serikat. Dengan demikian, ekspor Indonesia tidak hanya berfokus pada pasar Uni Eropa.

Lutung Eboni, Primata Anggun yang Banyak Dijumpai di Hutan Jawa

Indonesia pun harus memperkuat kerja samanya dengan negara-negara di Timur Tengah, Asia, dan Afrika sehingga dapat mengalahkan pasar Uni Eropa. Kerja sama perdagangan dengan negara lain perlu diperkuat. Sebab, melalui perdagangan internasional bisa dikatakan menjadi peluang yang sangat baik bagi Indonesia untuk berkembang khususnya dalam aspek ekonomi.

Indonesia juga dapat berusaha untuk mempromosikan kepentingan nasionalnya dengan berunding di World Trade Organization (WTO) dan berusaha agar perdagangan yang transparan dan adil di tingkat global dapat terlaksana dengan baik. Adanya kesempatan perdagangan dengan pasar lain selaian Uni Eropa tentunya tidak boleh disia-siakan oleh Indonesia.

Oleh karena itu, melihat banyaknya penurunan produk-produk ekspor Indonesia ke Uni Eropa tersebut harus segera disikapi dengan bijak oleh para pengusaha dan juga pemerintah Indonesia.

Pemerintah perlu memastikan setiap peraturan yang terdapat dalam undang-undang tersebut karena masih adanya ketidakjelasan peraturan dan standar yang Uni Eropa terapkan terkait ekspor dan enforcement dalam undang-undang tersebut.

Pemerintah Indonesia pun juga perlu memastikan bahwa dalam pengimplementasian undang-undang tersebut tidak akan menjadi non-tariff barrier (NTB) bagi produk yang di ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

Sumber:

https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/7594/pengendalian-deforestasi-dan-karhutla-di-indonesia

https://berkas.dpr.go.id/pusaka/files/isu_sepekan/Isu%20Sepekan---V-PUSLIT-Juni-2023-234.pdf

https://www.kemendag.go.id/berita/pojok-media/ri-mau-ajak-negara-lain-gugat-eropa-terkait-uu-anti-deforestasi

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini