Menikmati Sarapan Pagi Para Meneer Belanda di Bandung, Mulai dari Roti Berubah ke Nasi

Menikmati Sarapan Pagi Para Meneer Belanda di Bandung, Mulai dari Roti Berubah ke Nasi
info gambar utama

Kota Bandung telah terkenal dengan kelezatan kulinernya sejak zaman kolonial Belanda. Di tahun 1920-1930-an, Bandung adalah kota di Hindia Belanda yang memiliki jumlah rumah makan terbanyak.

Ditulis oleh Iman Herdiana dalam Sarapan Pagi di Bandung Era Hindia Belanda menjelaskan deretan toko makanan itu ada yang menyediakan menu sarapan, misalnya Maison Vogelpoel dan Maison Bogerijen di Jalan Braga.

“Keberadaan produsen-produsen menu sarapan Belanda (Eropa) itu menandakan tumbuhnya pasar atau permintaan dari konsumen atau warganya,” tulisnya yang dimuat Bandung Bergerak.

Cerita Batu Mulia dari Museum Geologi Bandung yang Diberi Nama oleh Ratu Belgia

Dikatakan olehnya, kebanyakan pembeli berasal dari orang Eropa terutama Belanda dan orang-orang Indo-Belanda. Tetapi tidak sedikit warga pribumi yang mengikuti makan roti seperti halnya orang Belanda.

“Awalnya Belanda totok makan roti saja. Lama-lama mereka beradaptasi makan nasi. Para menak Bandung juga adaptasi makan roti, mengikuti cara makan orang Belanda. Tapi mereka juga masih konsumsi nasi sebagai makanan pokok,” kata Sudarsono Katam dalam Bincang Buku Produsen Ontbijt Walanda Bandoeng.

Tidak mampu gantikan nasi

View this post on Instagram

A post shared by GENFOMO | Stay up-to-date! (@genfomo)

Sudarsono menjelaskan banyaknya pabrik atau toko pembuat roti membuat kualitas maupun rasanya menjadi beragam. Belanda ingin roti berkualitas sama baiknya, maka didirikanlah pabrik roti di Cimahi.

Mulanya pabrik roti di Cimahi hanya untuk memenuhi konsumsi militer. Lama-kelamaan, jumlah militer bertambah, di sisi lain penduduk pribumi di Cimahi pun diminta mengkonsumsi roti juga.

“Akhirnya produksi pabrik roti Cimahi melimpah dan bisa memasok kebutuhan roti warga Bandung.” ucapnya.

Keindahan Gunung Bubut, Gunung Api Purba dari Soreang yang Sudah Lama Mati

Di tengah menjamurnya toko makanan di Bandung yang disediakan khusus untuk orang Belanda. Ada juga toko roti yang membidik pasar pribumi atau menengah ke bawah, salah satunya adalah toko roti Babah Uyong di Jalan Alkateri.

“Dulu sangat terkenal, cukup murah harganya. Untuk olahan menengah ke bawah laris sekali,” katanya.

Jadi hal penting

View this post on Instagram

A post shared by potret lawas (@potretlawas_id)

Sudarsono mengungkapkan bagi warga Belanda yang tinggal di Bandung, sarapan pagi hari menjadi acara penting. Selain untuk mengisi energi, waktu sarapan biasa digunakan untuk membahas berbagai persoalan keluarga.

“Katakanlah sarapan menjadi waktu rapat keluarga. Banyak yang melakukannya, meski tidak semua. Sarapan itu biasa dipakai bertukar pikiran dengan anggota keluarga,” jelasnya.

Pada tahun 1930, banyak buku resep makanan yang terbitkan. Banyaknya buku resep makanan mengindikasikan bahwa masak dan makan di rumah memiliki arti penting bagi warga Belanda.

Wisata Stone Garden Citatah, Bukti Bandung Dulu Berada di Bawah Laut

Sementara bagi calon suami, keahlian memasak menjadi kriteria penting yang harus ada pada seorang perempuan. Karena itu banyak orang Belanda yang memilih untuk sarapan di rumah saja.

“Dahulu ada pepatah, manjakanlah suamimu mulai dari perutnya, dengan makanan enak,” kata Jusair penikmat buku kuliner.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini