Tradisi Pukul Sapu di Maluku, Atraksi Ekstrem Saat Hari Raya Idulfitri

Tradisi Pukul Sapu di Maluku, Atraksi Ekstrem Saat Hari Raya Idulfitri
info gambar utama

Provinsi Maluku terkenal dengan keanekaragaman seni dan budayanya yang memukau, menjadikannya destinasi wisata yang menarik. Salah satu tradisi yang menjadi daya tarik utama adalah "tradisi pukul sapu di Maluku," yang dilaksanakan setiap tujuh Syawal untuk merayakan Idulfitri.

Tradisi unik dan menarik ini tidak hanya memperkaya kebudayaan lokal tetapi juga menjadi prioritas dalam pengembangan sektor kebudayaan dan pariwisata di Maluku.

Penasaran, Kawan? Yuk, simak penjelasan menarik tentang tradisi pukul sapu di Maluku yang penuh warna dan keunikan!

Tradisi Pukul Sapu di Maluku

Tradisi Pukul Sapu merupakan salah satu upacara adat yang digelar oleh masyarakat yang bermukim di Desa Morella dan Desa Mamala. Secara administratif pemerintahan kedua desa tersebut termasuk di wilayah Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.

Baku Pukul Menyapu dan Pukul Menyapu adalah nama lain dari upacara adat ini. Upacara adat ini diselenggarakan oleh umat Islam setempat untuk memeriahkan hari raya Idulfitri.

Kenalan dengan Lebaran Kukusan, Tradisi Baru Warga Depok

Tradisi yang tergolong ekstrem ini digelar setiap tanggal tujuh Syawal menurut kalender hijriah atau hari ketujuh setelah Idul Fitri. Peserta upacara biasanya adalah pemuda dari dua desa yang bertetangga tersebut.

Meski Pukul Sapu adalah tradisi umat Islam Maluku, upacara ini juga melibatkan dan dihadiri oleh umat Kristen di daerah tersebut, terutama mereka yang memiliki ikatan kekerabatan (pela) dengan dua desa itu.

Dalam upacara ini, setiap peserta mencambuk peserta lain yang berada di hadapannya secara bergantian. Alat yang digunakan untuk mencambuk adalah lidi dari pohon enau (Arenga pinnata), yang dalam bahasa Maluku disebut mayang. Lidi ini memiliki panjang 1,5—2 meter dan diameter pangkal 1—3 cm.

Tradisi yang diwariskan secara turun-temurun ini dihelat pada tanggal tujuh Syawal, namun kesibukannya sudah terlihat di dua desa adat tersebut beberapa hari sebelumnya. Berbagai persiapan harus dilakukan oleh panitia untuk memastikan kelancaran dan kemeriahan upacara adat ini.

Doa dari Tetua Adat Sebelum Pelaksanaan Tradisi

Meskipun pelaksanaan upacara baru dimulai setelah salat Ashar, pengunjung telah berbondong-bondong datang ke dua desa tersebut sejak pagi hari. Bahkan, ada yang tiba di lokasi upacara satu sampai dua hari sebelum upacara dimulai. Hal ini dimaksudkan supaya mereka dapat menyaksikan secara langsung tahapan-tahapan persiapan upacara.

Tahapan-tahapan tersebut seperti melihat latihan para peserta, meraut lidi enau, dan proses pembuatan minyak mamala yang terkenal dengan khasiatnya itu. Konon, minyak yang dibuat pada malam tujuh Syawal ini hanya boleh dibuat oleh keturunan Imam Tuni, tokoh agama Desa Mamala yang menjadi salah satu pendiri Masjid Al-Muttaqien.

Sebelum upacara dimulai, para peserta terlebih dahulu dikumpulkan disuatu tempat untuk mendapatkan doa dari para tetua adat. Hal ini dilakukan dengan harapan agar prosesi upacara berjalan dengan lancar dan seluruh peserta diberi keselamatan oleh Allah SWT.

Upacara Pukul Sapu di Desa Mamala diawali dengan mencambuk lidi enau ke tubuh peserta upacara oleh pejabat daerah setempat. Sementara itu, pembukaan upacara di Desa Morella ditandai dengan penyulutan obor Kapitan Telukabessy oleh pejabat atau pemuka masyarakat setempat.

Tradisi Hari Rayo Enam yang Lebih Meriah Daripada Lebaran di Tanah Datar

Keunikan Tradisi Pukul Sapu

Setelah acara pembukaan selesai, upacara adat Pukul Sapu dimulai dengan diiringi tepuk tangan dan sorak-sorai dari penonton. Para peserta, yang hanya mengenakan celana pendek, ikat kepala, dan bertelanjang dada, dibagi menjadi dua kelompok yang berdiri saling berhadapan.

Secara bergantian, kedua kelompok ini menyabetkan lidi enau ke pinggang, dada, dan punggung peserta di hadapannya hingga lebam dan berdarah. Pergantian antara kelompok yang mencambuk dan yang dicambuk diatur oleh koordinator upacara melalui aba-aba atau alunan gendang.

Pergantian juga bisa dilakukan bila peserta yang dicambuk telah terdesak hingga mendekati tempat penonton di pinggir lapangan.

Uniknya, meskipun sekujur tubuh peserta upacara memar-memar dan mengeluarkan darah, tetapi mereka tidak terlihat meringis kesakitan. Selain itu, bercak sabetan dan goresan darah akibat cambukan lidi enau tersebut dapat disembuhkan dengan cepat tanpa meninggalkan bekas.

Luka-luka akibat cambukan, di Desa Morella diobati dengan ramuan dari daun jarak yang terkenal berkhasiat menyembuhkan. Sementara itu, di Desa Mamala, minyak kelapa yang telah didoakan oleh para tetua adat digunakan untuk mengoleskan bagian tubuh yang terluka, memberikan sentuhan penyembuhan yang khas.

Minyak kelapa tersebut dinamakan minyak mamala atau minyak tasala. Konon, khasiat minyak ini telah termasyur ke mana-mana sehingga menarik minat para ilmuwan dari dalam dan luar negeri untuk menelitinya.

Merayakan Tradisi Bibibi, Lebaran Anak di Probolinggo yang Berhasil Puasa Selama 27 Hari

Setelah upacara adat Pukul Sapu selesai, para penonton bergegas memperebutkan lidi-lidi enau dan minyak kelapa yang digunakan oleh peserta upacara. Mereka meyakini bahwa lidi dan minyak tersebut membawa keberuntungan.

Selain itu, sebagian masyarakat menganggap kedua benda tersebut sekadar kenang-kenangan mengikuti upacara adat Pukul Sapu yang diselenggarakan sekali dalam setahun itu.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

S
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini