Bagustikus Abadikan Pasar Tradisional Lewat Hunting Pasar: Yang Modern Gak Menarik!

Bagustikus Abadikan Pasar Tradisional Lewat Hunting Pasar: Yang Modern Gak Menarik!
info gambar utama

Bagoes Kresnawan alias Bagustikus dikenal akan karya-karya audiovisualnya. Sejumlah film pendek pernah digarap untuk disutradarai, sebut saja Rumit The Series (2021) dan Unity In Love (2022).

Sebelum menjejakkan kaki di ranah dunia audiovisual, Bagoes sudah mengeksplorasi beberapa bidang seni yang lain. Pertama, ia pernah menggeluti dunia musik bersama band AlterEgo, dan kedua seni fotografi dengan mendirikan komunitas Hunting Pasar. Saat mendalami fotografi-lah taste dan teknik merekam gambarnya berkembang.

Berkecimpung di dunia street photography sudah dilakukan Bagoes sejak 2018. Hunting Pasar adalah bukti minatnya dengan kegiatan rekam-merekam sangatlah besar. Pembuktian lebih lanjutnya pun terlihat dari Hunting Pasar yang semakin dikenal dan sanggup menjaring penghobi fotografi dari sejumlah daerah di Indonesia.

Hunting Pasar sendiri memiliki keunikan dibandingkan komunitas fotografi yang lain. Sesuai namanya, pasar tradisional dijadikan target sasaran keker kamera untuk diabadikan para fotografer yang tergabung dalam komunitas ini.

Daya Tarik Pasar Tradisional di Mata Bagustikus

Pengusaha kelahiran Riau, Herman Malano dalam bukunya yang berjudul Selamatkan Pasar Tradisional, berpendapat bahwa pasar tradisional adalah jiwa dari masyarakat Indonesia. Meskipun sering distigmatisasikan semrawut, kusut, becek, tetapi di situlah ekonomi rakyat bergerak. Pedagang kecil maupun menengah bergantung dari kesibukan pasar tradisional yang tidak pernah sepi dari ingar bingar transaksi jual beli.

Warna-warni kehidupan pasar tradisional itulah yang membuat Bagoes mendirikan komunitas Hunting Pasar. Menurutnya, pasar tradisional lebih menarik dibandingkan pasar modern yang semakin tahun semakin banyak tumbuh di kota-kota Indonesia, tak terkecuali Yogyakarta.

“Pasar modern enggak menarik. Buatku pasar di Yogya cukup mengkhawatirkan. Ketika semua pakai beton dan looks-nya kayak mal menurutku kita bisa kehilangan identitas karena Pasar Kota Gede, Pasar Prawirotaman, Pasar Sentul, Pasar Pundung itu sebenarnya punya sendiri-sendiri style-nya,” kata Bagoes kepada Good News From Indonesia dalam bincang-bincang GoodTalk.

Bagoes menilai masing-masing pasar tradisional memiliki karakteristiknya sendiri sesuai dengan wilayahnya. Hal inilah yang menjadi daya tarik dan membuat komunitasnya mengabadikan segala bentuk karakteristik yang ada di sejumlah pasar dengan mata kamera.

“Kalau di Hunting Pasar, kami menyebutnya pasar itu cerminan karakteristik penduduk suatu wilayah. Jadi kalau penduduk itu sukanya jajan yang manis-manis pasti di depannya penjual snack-snack jajanan pasar. Kalau di daerah itu tidak ada budaya itu, tapi budayanya nongkrong ngopi pasti di situ ada kedai kopi. Jadi ketika pasar ini dibuat jadi seragam menurutku gak seru, aku juga gak mau motret,” kata Bagoes lagi.

Dilihat dari akun Instagram-nya, jejaring komunitas Hunting Pasar sudah tersebar lebih dari 70 kota di Indonesia. Sampai saat ini komunitas tersebut masih konsisten mengabadikan daya tarik pasar tradisional dengan hasil potret yang memikat.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dimas Wahyu Indrajaya lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dimas Wahyu Indrajaya.

Terima kasih telah membaca sampai di sini