Potret Kota Modern di Lamongan Sejak Zaman Belanda, Menyimpan Banyak Bangunan Megah

Potret Kota Modern di Lamongan Sejak Zaman Belanda, Menyimpan Banyak Bangunan Megah
info gambar utama

Kota Babat mempunyai peranan penting dalam perkembangan sejarah Kabupaten Lamongan. Pada masa kolonial, Babat mengalami perkembangan sangat cepat dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Kabupaten Lamongan.

Dimuat dari Merdeka, daerah Babat terletak di kawasan strategis yakni berada di persimpangan jalan antara Surabaya, Bojonegoro, dan Jombang. Saat itu Babat merupakan aktivitas perdagangan dan transportasi yang ramai.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Bagi-Bagi Ikan Segar kepada Para Santri di Lamongan

Kota ini menjadi pilihan utama orang-orang Eropa untuk bertempat tinggal dan melakukan kegiatan perdagangan. Belanda sendiri berada di Babat mulai tahun 1935 sampai sekitar tahun 1950-an.

Pemerhati sejarah dan kebudayaan Lamongan, M Nafis Abdurouf menjelaskan dipilihnya Babat karena keberadaan sungai Bengawan Solo. Sungai terpanjang di Jawa ini memudahkan mereka dalam mengangkut hasil rempah-rempah ke negara asalnya.

“Dulunya Belanda ini sebagai kantor kawedanan, kalau istilah sekarang keresidenan yang membawahi beberapa pemerintah. Bahkan dulunya Babat ini merupakan ibu kota dari Kabupaten Lamongan,” jelasnya yang dinukil dari IDN Times.

Pembangunan

Seiring berjalannya waktu, pertumbuhan penduduk Eropa di Babat semakin meningkat. Hal ini mendorong pembangunan berbagai bangunan baru dengan arsitektur kolonial, seperti rumah tinggal, toko, dan bangunan untuk kepentingan umum penduduk Eropa.

Karena itulah, Babat masih menyimpan banyak peninggalan berupa bangunan-bangunan dengan gaya arsitektur kolonial. Sejumlah bangunan kuno yang hingga kini masih berdiri, di antaranya gedung bekas markas Corps Tjadangan Nasional (CTN).

Mengapa Ada Pantangan Orang Kediri Menikah dengan Orang Lamongan, Apa Alasannya?

“Ada juga beberapa bangunan kolonial lainnya yang sudah menjadi hak milik swasta atau pribadi,” terang pemerhati budaya, Supriyono.

Supriyono menerangkan bangunan-bangunan itu mempunyai riwayat dan sejarah masing-masing. Gedung CTN misalnya dimungkinkan adalah bangunan peninggalan Belanda yang pernah digunakan sebagai kantor kawedanan.

Di depan bekas markas CTN, lanjut Priyi ada markas Polsek Babat adalah juga bangunan peninggalan Belanda yang masih terawat dan terjaga dengan baik, karena bangunan itu masih ditempati.

“Menurut rekam sejarahnya, gedung ini dulunya adalah sebuah bangunan rumah sakit milik Marbig (Mariniers Brigade atau Koninklijk Nederlandse Marine Korps). Gedung ini juga menjadi saksi bisu Agresi Militer Belanda I dan II,” terang Priyo.

Tidak terawat

Priyo mengungkapkan banyak bangunan peninggalan era kolonial ini sudah tidak terawat, seperti bangunan bekas markas CTN yang sudah hampir roboh. Bahkan beberapa bangunan era kolonial itu sudah menjadi milik pribadi.

“Yang status kepemilikannya sudah menjadi hak milik swasta maupun pribadi, masuk dalam kategori rawan punah. Pasalnya, bangunan ini mudah diperjualbelikan untuk kepentingan bisnis,” ungkapnya.

Mudik ke Lamongan, Berwisata ke Kompleks Sendang Duwur

Priyo mengharapkan agar pemerintah daerah segera mengambil langkah tegas untuk penyelamatan dan perlindungan cagar budaya. Bisa dengan melakukan kajian serta pendataan dan selanjutnya ditindaklanjuti.

“Penetapan cagar budaya juga harus disertai dengan pemberian bantuan biaya perawatan perbaikan, serta dukungan tenaga ahli agar pemilik bangunan tidak merasa keberatan dan terbebani, sehingga mereka tidak akan pernah mempunyai pikiran untuk menjualnya atau merobohkannya,” harapnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini