Politik Etis, Pencetus dan Dampaknya Bagi Indonesia

politik-etis-v1-d1c418a80ae677b9b7d4341cc9ec0085.png
images info

Tidak lengkap rasanya jika membahas sejarah kemerdekaan Republik Indonesia tanpa mengulas tentang kebijakan politik etis yang pernah diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Bisa dibilang, berkat kebijakan tersebutlah kemudian muncul kesadaran untuk melawan segala bentuk penjajahan.

Apa itu Politik Etis?

Secara sederhana, yang dimaksud dengan politik etis adalah suatu kebijakan politik yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan maksud untuk balas budi terhadap apa yang telah mereka lakukan terhadap rakyat (pribumi) pada waktu itu.

Politik balas budi ini dalam praktiknya diimplementasikan ke dalam 3 bidang program yaitu emigrasi, edukasi, dan imigrasi. Kebijakan tersebut mulai dilaksanakan sejak tahun 1901.

Lantas, mengapa Pemerintah Hindia Belanda harus membalas Budi?

Dalam banyak sumber atau catatan sejarah, Pemerintah Belanda diyakini telah melakukan berbagai macam praktik penjajahan terhadap rakyat Indonesia selama kurang lebih 3,5 abad atau 350 tahun.

Selama masa penjajahan tersebut, Pemerintah kolonial Belanda telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan yang menyengsarakan rakyat pada waktu itu. Salah satu kebijakan yang dimaksud yaitu sistem tanam paksa.

Akibat kebijakan tersebut, rakyat Indonesia mengalami berbagai penderitaan dan kerugian yang besar. Sistem tanam paksa atau cultuurstelsel ini diterapkan secara paksa oleh pemerintah kolonial dengan dibarengi oleh berbagai macam penindasan lainnya.

Kebijakan tanam paksa ini mulai diterapkan pada tahun 1830 pada saat masa pemerintahan gubernur jenderal Johannes Van Den Bosch. Uniknya, kebijakan cultuurstelsel ini juga mendapat banyak tentangan atau penolakan dari sisi warga Belanda sendiri.

Kecaman atau penolakan dari warga Belanda tersebut bukan tanpa alasan yang kuat. Mereka pun menyadari bahwa kebijakan tersebut dinilai akan sangat merugikan rakyat Indonesia. Bahkan bisa dikatakan tidak manusiawi.

Dengan memakai sistem ini, Van Den Bosch menginstruksikan kepada semua desa agar menyisihkan 20% dari luas tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor. Pada waktu itu, Pemerintah menginginkan agar tanah-tanah tersebut ditanami komoditas seperti teh, tebu, kopi, dan tarum.

Tidak cukup sampai disitu, pemerintah kolonial pun telah menetapkan standar harga dari komoditas ekspor tersebut. Bisa dikatakan pemerintah Belanda telah melakukan monopoli harga secara semena-mena demi mendapat laba atau keuntungan besar.

Bahkan, bagi rakyat pribumi yang tidak memiliki tanah, mereka tetap dipaksa atau diwajibkan untuk bekerja di tanah milik pemerintah selama 75 hari dalam 1 tahun.

Pencetus Politik Etis

Melihat praktik sistem tanam paksa yang tidak manusiawi tersebut, seorang tokoh asal Belanda bernama Conrad Theodore Van Deventer kemudian mengemukakan idenya tentang kebijakan yang dikemudian hari dikenal sebagai politik etis. Ia menyampaikan idenya tersebut pada tahun 1890.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kebijakan politik etis ini merupakan bagian dari balas budi Pemerintah Belanda kepada rakyat Indonesia. Selain itu, kebijakan ini ternyata juga dimanfaatkan oleh kelompok liberal untuk menekan parlemen Belanda.

Seorang Van Deventer sendiri sebenarnya merupakan ahli hukum. Ia menceritakan bagaimana liciknya Pemerintah Belanda memeras keringat rakyat Indonesia demi memperoleh keuntungan sepihak. Semua kisahnya tersebut dimuat dalam majalah De Gids yang diberi judul Een Eereschuld yang artinya hutang budi atau hutang kehormatan.

Ternyata, ide yang disampaikan oleh Van Deventer itu disambut baik oleh penguasa Belanda saat itu yaitu Ratu Wilhelmina. Ia bahkan menyebutkan gagasan tersebut di dalam salah satu pidatonya.

Sepuluh tahun sejak gagasan tersebut dicetuskan pertama kali oleh Van Deventer, Pemerintah Belanda akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk wilayah jajahan yang terkenal dengan istilah Trias Van Deventer. Kebijakan ini berfokus pada tiga aspek yaitu transmigrasi, irigasi, dan edukasi.

Selain Van Deventer, terdapat tokoh lain yang sebenarnya secara tidak langsung juga menginspirasi lahirnya politik etis sekaligus mengkritik pelaksanaannya yang penuh penyimpangan. Tokoh yang dimaksud yaitu Pieter Brooshooft dan Edward Douwes Dekker atau Multatuli.

Dampak Politik Etis Bagi Bangsa Indonesia

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, kebijakan politik etis ini berfokus pada 3 bidang yaitu edukasi, irigasi, dan transmigrasi. Berikut penjelasan dari masing-masing aspek tersebut..

Edukasi

Kebijakan di bidang edukasi ini sebenarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Salah satu tujuan praktisnya adalah mengurangi jumlah penduduk buta huruf.

Untuk itu, pemerintah kolonial membangun berbagai macam sekolah rakyat di berbagai wilayah Nusantara. Berikut ini adalah beberapa jenjang sekolah yang disediakan kala itu:

  • HIS atau Hollandsch Inlandsche School, yaitu sekolah dasar yang diperuntukkan untuk pribumi.
  • ELS atau Europeesche Lagere School, yaitu sekolah dasar bagi keturunan Eropa atau anak penguasa lokal.
  • MULO & AMS, yaitu sekolah menengah bagi lulusan ELS dan HIS
  • RHS atau Recht Hoge School, yaitu sekolah yang dikhususkan untuk belajar hukum
  • THS atau Teknik Hoge School, yaitu sekolah yang fokus pada jurusan teknik

Irigasi

Dalam program ini, pemerintah Hindia Belanda mencoba untuk melakukan pembangunan fasilitas penunjang pertanian. Beberapa kebijakan yang dilakukan kala itu misalnya perbaikan pengairan, pembuatan waduk, dan pembangunan jalur transportasi untuk mengangkut hasil panen.

Baca juga :Kisah Dam Candi Limo, Bendungan Era Majapahit yang Dirawat Kolonial Belanda

Transmigrasi

Program ini dilakukan dengan memindahkan sebagian penduduk ke wilayah yang belum banyak ditempati. Pada masa itu, konsentrasi penduduk terbesar terdapat di pulau Jawa dan Madura. Diperkirakan kedua pulau tersebut dihuni setidaknya 14 juta jiwa. Salah satu pulau tujuan transmigrasi kala itu adalah Sumatera.

Semua program yang dijalankan oleh Pemerintah Hindia Belanda kala itu memberikan dampak terhadap proses pembentukan Republik Indonesia. Berikut ini adalah dampak yang dimaksud.

Dampak Positif

Salah satu program yang banyak membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia adalah dibentuknya berbagai macam jenjang sekolah. Dari sinilah muncul golongan terpelajar dari kalangan pribumi.

Bagi para pribumi yang berhasil mengenyam bangku sekolahan, mereka semakin sadar bahwa bangsanya telah dijajah dan diperlakukan secara tidak manusiawi oleh berbagai macam kebijakan pemerintah Hindia Belanda.

Oleh karena itulah, muncul berbagai macam organisasi pergerakan atau perhimpunan baik yang bersifat kedaerahan maupun nasional. Diantara organisasi pergerakan yang mempunyai pengaruh besar yaitu Sarekat Islam (SI), Boedi Oetomo, dan Indische Partij.

Munculnya berbagai organisasi tersebut tidak lain dimaksudkan untuk menyatukan kekuatan demi melawan kebijakan Pemerintah Hindia Belanda yang dinilai merugikan rakyat. Bahkan, dari berbagai perkumpulan/pergerakan tersebutlah nantinya lahir berbagai partai politik yang berjuang untuk menggapai kemerdekaan.

Dampak Negatif

Walaupun program politik etis telah berhasil menciptakan golongan terpelajar, namun sebenarnya ada siasat licik di balik semua itu. Secara keseluruhan, semua program politik etis tersebut sebenarnya juga memberikan keuntungan tersendiri bagi pemerintah kolonial.

Sebagai contoh, bagi Pemerintah Hindia Belanda, program edukasi tidak lebih dari upaya mereka untuk mendapatkan tenaga kerja berkualitas dengan upah rendah. Karena itulah, rakyat pribumi diberi kesempatan untuk mendapat akses pendidikan.

Bahkan, seiring berjalannya waktu, tidak semua pribumi mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan. Pada waktu itu, akses terhadap pendidikan diprioritaskan bagi keturunan bangsawan dan orang kaya.

Bahkan, dalam bidang irigasi sekalipun terdapat berbagai macam penyimpangan di lapangan. Dalam hal pengairan, lahan milik pribumi dipinggirkan atau bahkan dipersulit. Sebaliknya, mereka orang-orang Belanda mendapatkan kemudahan akses terhadap saluran pengairan.

Politik etis sejatinya merupakan kebijakan yang semula dimaksudkan untuk membalas budi atau mengganti kerugian yang telah dirasakan rakyat Indonesia atas Pemerintah Hindia Belanda. Namun, pun demikian, pada praktiknya tak luput dari berbagai penyimpangan, sehingga kebijakan ini memberi dampak positif sekaligus negatif bagi bangsa Indonesia.

Sumber:

https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-politik-etis/

https://tirto.id/sejarah-politik-etis-tujuan-tokoh-isi-dampak-balas-budi-gao6

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Politik_Etis

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Raras Wenny lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Raras Wenny. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

RW
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini